Kamis, 21 Februari 2008

Sang Pelindung Sungai




Takhyul adalah cara yang digunakan orang untuk merasionalisasikan hal yang tidak diketahui.


Pada jaman dahulu, orang percaya bahwa segala sesuatu memiliki pelindung. Kepercayaan tersebut sering dimanipulasi oleh orang jahat demi keuntungan mereka sendiri. Peristiwa yang menarik ini terjadi pada masa perang antar negara bagian.


Suatu ketika, seorang walikota yang baru saja dilantik bernama Shiman Bau tiba di kediamannya dan dengan ramah mengundang beberapa sesepuh ke kantornya. Dengan sopan ia meminta saran-saran mereka mengenai urusan-urusan setempat.


"Tuan, ada satu hal yang khususnya merisaukan kami", salah seorang sesepuh berucap dengan penuh kekhawatiran. "Setiap tahun, pemerintah kota mengharuskan kita untuk membayar pajak khusus untuk pernikahan pelindung sungai. Ribuan uang telah terkumpul, namun mereka menggunakan kurang dari 10% dari uang itu untuk praktek yang aneh tersebut. Sisanya dibagi diantara beberapa pejabat dan dukun. Yang lebih buruk lagi,beberapa bulan sebelum upacaranya, mereka menangkap beberapa gadis cantik sebagai "pengantin perempuan" bagi sang pelindung sungai. Pada hari 'pernikahan' itu, para pengantin perempuan yang malang itu didandani dan ditempatkan pada sebuah ranjang kayu di sungai. Mereka tenggelam sampai ke dasar dan tidak pernah muncul lagi. Bukan hanya itu,para dukun tersebut mengancam bahwa jika kita tidak menghormati adat ini,sang pelindung sungai akan marah dan air sungai akan meluap, sehingga banyak orang akan tenggelam dan ladang-ladang akan rusak. Para pejabat setempat berada di pihak para dukun itu, melindungi mereka. Apa yang dapat kita lakukan?".


"Adat yang menarik," kata sang walikota. "Saya terpesona. Saya ingin melihatnya sendiri. Lain kali, tolong saya diberitahu. Saya pribadi akan menghadiri upacara itu".


Para sesepuh itu terkejut. Setelah berbincang-bincang tentang beberapa masalah sepele lainnya yang juga penting, dengan gembira walikota itu mengantar mereka keluar dari kantornya.


Orang-orang tua itu bingung,mereka tidak tahu apakah mereka harus memuji atau mengutuk walikota ini,yang tampak sangat tulus mendengarkan keluhan namun tidak menawarkan jalan keluar, bahkan tidak memberikan ucapan yang menenangkan mereka.Akhirnya mereka setuju bahwa walikota baru ini menginginkan bagian darik euntungan itu dan tidak akan melakukan apa-apa untuk menghentikan adat tersebut.


Beberapa bulan kemudian walikota itu diundang sebagai tamu kehormatan pada festival pelindung sungai. Dengan sukacita ia menerimanya. Ribuan orang yang penasaran berkerumun di tepi sungai. Banyak pejabat pemerintah yang juga hadir.Sambil mengamati seorang dukun wanita berpakaian aneh, yang dikelilingi oleh beberapa asistennya, walikota itu dengan sopan membungkuk ke arahnya dan kemudian secara sambil lalu meneliti para pengantin perempuan yang ketakutan.Setelah inspeksi singkat ia berbalik dan berteriak kepada si dukun dalam nada jijik.


"Apakah kamu gila? Dimana matamu? Tidak bisakah kamu melihat bahwa gadis-gadis ini buruk rupa? Mempersembahkan gadis-gadis desa yang menjijikkan ini akan menjengkelkan pelindung sungai kita yang maha besar! Kita harus menunda upacara ini selama beberapa hari sampai kita dapat menemukan beberapa gadis cantik yang sesuai".


Karena belum pernah mendengar kecaman sekeras ini sebelumnya, semua orang terbengong dan terdiam seribu bahasa. Dengan menatap penuh ancaman, sang walikota meminta kepada dukun itu untuk memberitahu si pelindung sungai mengenai penundaan tersebut.Dengan segera para pengawal walikota menangkap si dukun dan meletakkannya di atas ranjang di sungai itu, yang langsung tenggelam.


Walikota itu menunggu selama beberapa menit, dan kemudian menyatakan"Sungguh seorang wanita yang beruntung! Sang pelindung sungai telah menjamunya dengan baik. Ia pasti mabuk dan kehilangan arahnya. Kita butuh seseorang untuk mencarinya." Ia lalu memerintahkan pengawalnya untuk memilih salah seorang pembantu senior dukun itu dan menceburkannya ke dalam sungai.


Setelah empat perlakuan serupa dilaksanakan, walikota itu menyatakan"Baiklah! Apa maunya mereka ini? Mengapa mereka tidak kembali? Mereka pasti adalah sekelompok pemabuk yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat dipercaya. Mungkin seorang laki-laki dapat melakukan tugas ini dengan lebih baik." Ia kemudian memerintahkan para pelayannya yang berotot untuk melemparkan beberapa pejabat pemerintah kedalam air.Setelah kepala mereka masuk ke dalam air untuk yang terakhir kalinya,walikota itu kembali menatap penuh cela kepada para pejabat lainnya yangterlibat, yang tampak sangat ketakutan sehingga mereka segera berlutut dan memohon ampun.


Sambil tersenyum dingin, ia memeriksa mereka dengan teliti dan dengan tenang meninggalkan tempat itu.


Sejak hari itu, tidak ada seorang pun yang berani menyinggung tentang upacara itu lagi, dan masalah pajak itu dengan sendirinya terlupakan.Para warga setempat bergembira atas sikap cerdik walikota mereka.

Tidak ada komentar: